Kami Melayani Pembuatan Seragam Sekolah Tingkat SD, SMP dan SMA
pembuatan seragam sekolah online bandung
konveksi seragam sekolah online

Pembuatan seragam terutama seragam sekolah tentu memiliki karakter kuantiti yang banyak / besar. Asumsinya adalah untuk satu sekolah tingkat dasar saja, rata-rata memiliki jumlah murid diatas 300 siswa. Bahkan angka ini lebih besar lagi jika sekolah tersebut berada di perkotaan padat penduduk seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Medan, dll.

Menjelang datangnya tahun ajaran yang baru, biasaya Pihak Sekolah sibuk mempersiapkan seragam sekolah, agar pada saatnya nanti para siswa itu masuk ke sekolah mereka langsung menggunakan seragam sekolah dan tidak menunggu berbulan-bulan untuk memakainya. Situasi ini memang wajar dan kerapkali terjadi dimana-mana. Namun tentu yang menjadi perhatian adalah mengupayakan untuk tidak terjadi delay yang terlalu lama.

So, bagi Pihak Sekolah yang tahun ini berencana mempersiapkan kebutuhan seragam sekolah nya, kami KONVEKSI SERAGAM BANDUNG siap melayani pembuatan seragam sekolah tingkat SD, SMP dan SMA dengan harga bersaing, kualitas terjamin, dan mengupayakan kecepatan, ketepatan dan keakuratan dalam proses pengerjaannya. Hubungi kami di Nomor 081316789667, 081218610243 atau Anda dapat melayangkan email ke seragamsekolahmurah@hotmail.com dan menyampaikan secara lebih rinci kebutuhan pembuatan seragam Anda.

————–
Kami, KONVEKSI SERAGAM ONLINE BANDUNG merupakan konveksi seragam sekolah murah, Kami men jual seragam sekolah murah, jual seragam batik sekolah murah berkualitas. Percayakan order seragam sekolah Anda pada Kami. Kepuasan pelanggan adalah tujuan Kami. Hubungi Kami di nomor 081218610243, 081316789667 (khusus SMS) atau PIN BB 23764264 atau email ke: seragamsekolahmurah@hotmail.com

Tinjauan atas Ketentuan Seragam Sekolah
ketentuan seragam sekolah resmi
aturan seragam sekolah

Setiap negara memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan kewajiban mengenakan seragam bagi para siswa, khususnya pada siswa sekolah dasar dan menengah. Di Indonesia, ketentuan seragam sekolah diterapkan secara beragam, baik berdasarkan jenjang maupun jenis pendidikan.

Berdasarkan jenjang sekolah, pada umumnya seragam sekolah yang dikenakan siswa di Sekolah Dasar (SD/MI) berwarna putih (baju/bagian atas) dan merah (celana atau bagian bawah). Sementara di Sekolah Tingkat Pertama (SMP/MTs) berwarna putih (baju/bagian atas) biru (celana atau bagian bawah), sedangkan untuk seragam Sekolah Tingkat Atas (SMA/MA) berwarna putih (baju/bagian atas) abu-abu (celana atau bagian bawah).

Ketentuan berseragam tersebut boleh dikatakan berlaku secara nasional. Kendati demikian, untuk sekolah-sekolah swasta, ada yang menerapkan secara penuh ketentuan seragam sekolah di atas, namun ada pula yang menerapkan ketentuan seragam khusus sesuai dengan kekhasan dari sekolah yang bersangkutan. Pada sekolah-sekolah muslim, ketentuan berseragam sekolah disesuaikan dengan ajaran Islam (misalnya, mengenakan jilbab bagi siswa perempuan, atau bercelana panjang pada siswa laki-laki).

Sejalan dengan penerapan konsep School Based Management, saat ini ada kecenderungan sekolah-sekolah negeri pun mulai menentukan kebijakan seragam sekolahnya masing-masing. Pada hari-hari tertentu mewajibkan siswanya untuk mengenakan seragam khas sekolahnya, meski ketentuan “seragam standar nasional” masih tetap menjadi utama dan tidak ditinggalkan.

Pada sekolah-sekolah tertentu, kewajiban mengenakan seragam telah menjadi bagian dari tata-tertib sekolah dan dilaksanakan secara ketat, mulai dari ketentuan bentuk, bahan, atribut yang dikenakannya, bahkan termasuk cara pembeliannya. Penerapan disiplin berseragam yang sangat ketat, kerapkali “memakan korban” bagi siswa yang melanggarnya, mulai dari teguran lisan yang terjebak dalam kekerasan psikologis sampai dengan tindakan kekerasan hukuman fisik (corporal punishment).

Sama seperti kejadian di beberapa negara lain, ketentuan mengenakan seragam sekolah ini keberadaannya selalu mengundang pro-kontra. Di satu pihak ada yang setuju dan di pihak lain tidak sedikit pula yang memandang tidak perlu ada seragam sekolah, tentunya dengan argumentasi masing-masing. Bahkan di mata siswa pun tidak mustahil timbul pro-kontra. Lumsden (2001) menyebutkan beberapa keuntungan penggunaan seragam sekolah, diantaranya: (1) dapat meningkatkan keamanan sekolah (enhanced school safety); (2) meningkatkan iklim sekolah (improved learning climate), (3) meningkatkan harga diri siswa (higher self-esteem for students), dan (4) mengurangi rasa stress di keluarga (less stress on the family).

Mereka yang tidak setuju adanya aturan berseragam tentunya memiliki argumentasi tersendiri, biasanya dengan dalih pendidikan sebagai proses pembebasan dan proses keberagaman (bukan penyeragaman), apalagi dengan kecenderungan menjadikan seragam sekolah sebagai ritual tahunan “selingan bisnis” oknum tertentu, yang melihatnya sebagai sebuah peluang ekonomi.

Menarik, apa yang dikembangkan di SMA de Britto Yogyakarta, yang tidak mewajibkan siswanya mengenakan seragam secara ketat. Kecuali hari Senin dan hari-hari lain yang diumumkan oleh sekolah, para siswa diperbolehkan mengenakan pakaian bebas, yaitu baju atau kaos yang berkrah dan celana panjang bukan kolor. Meski tidak secara ketat menerapkan aturan berseragam, tetapi para siswanya tampaknya dapat menunjukkan prestasi yang membanggakan, baik secara akademik mau pun non akademik.

Hal lain yang mungkin perlu kita pertanyakan, kenapa pada umumnya siswa laki-laki di SMP saat ini masih diwajibkan mengenakan seragam dengan celana pendek. Secara psikologis, sebetulnya para siswa SMP tidak lagi disebut anak, mereka adalah kelompok siswa yang sedang memasuki remaja awal, dalam dirinya sedang terjadi perubahan yang signifikan, baik secara fisik mau pun psikis, termasuk di dalamnya ada keinginan mereka untuk menjadi dirinya sendiri dan memperoleh pengakuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa. Kenapa tidak diberikan kesempatan untuk itu? Demikian pula dalam pandangan Islam, usia siswa SMP pada dasarnya sudah termasuk masa aqil baligh dan sudah dikenakan kewajiban (atau paling tidak dibelajarkan) untuk melaksanakan ibadah Shalat. Dengan kewajiban mengenakan celana pendek tentunya akan menjadi hambatan tersendiri untuk menjalankan ibadahnya.

Berseragam atau tidak berseragam memang menjadi sebuah pilihan, tetapi yang paling penting dalam proses pendidikan adalah bagaimana siswa dapat dikembangkan secara optimal segenap potensi yang dimilikinya sehingga mampu menunjukkan prestasinya, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com